Aku dan Secercah Cahaya



Butuh waktu lama untuk membangun dan memunculkan kembali segala kreativitas yang dulu sempat menguasai diri dan hidup. Karya-karya kreatif, kocak, heboh, ramai dulu sempat menjadi tambatan hati yang mampu membangkitkan semangatku, entah itu semangat hidup maupun semangat lainnya.
Ada kalanya kita mengalami produktivitas tinggi dan ada kalanya pula kita mengalami produktivitas yang sangat rendah bahkan tidak sama sekali. Sebenarnya itulah hidup. Tidak selamanya hidup kita terisi dengan sesuatu yang dapat memperkaya hati, pasti suatu saat hidup ini terasa pahit dan kosong. Aku sendiri mengalaminya, kita semua mengalaminya. Suatu saat aku bisa melahirkan karya-karya, entah apapun bentuknya, tapi karya itu adalah sesuatu yang mampu mengembangkan diriku, kepercayaan diriku, dan MENGHIDUPKAN hidupku lagi.

Ya, lama tidak berkarya ternyata bisa membuat kita mudah jatuh. Ternyata karya-karya itu, karya terbaik yang pernah ada yang pernah tercipta oleh tangan sendiri merupakan NAFAS yang bila kita kehilangannya, kita akan benar-benar merasa melayang, tidak hidup.
Berhenti berkarya, buatku adalah bunuh diri. Produktivitas rendah, buatku adalah mati suri. Jadi selama ini aku sedang mati suri.
Ibaratkan sebuah buku tebal. Covernya cantik, bagus, menarik, tentu kita akan membukanya. Lembar-lembar awal kita dibuat tercengang dengan kalimat-kalimat indah, tapi semakin ke belakang, kalimat itu pudar, kata-katanya hilang sedikit demi sedikit, bahkan huruf demi huruf akhirnya hanya tercoreh sedikit di setiap lembar. Terus membuka lembaran buku itu, semakin ke belakang lagi, kita temukan lembarang kosong tanpa isi. Lembaran itu banyak sekali sehingga membuat kita jenuh untuk membuka lagi lembaran selanjutnya yang kita tidak tahu apakah akan ada isi serupa atau malah isi setiap lembar jauh lebih dahsyat dari isi sebelumnya. AKhirnya, kita tinggalkan buku itu.

Itulah aku sekarang. Lembaran kosong itu adalah masa dimana aku sempat tidak lagi berkarya. AKu pun tak tahu mengapa aku bisa tiba-tiba kehilangan jalanku, kehilangan jejakku sehingga akhirnya aku tersesat di dalam sebuah ruang gelap dan sempit dan aku tidak bisa berbuat apa-apa disana. Aku merasa mati. AKu bukan apa-apa.
Sempit, ruangannya begitu sempit. Nafasku terengah, mencoba mencari celah untuk mendapatkan komponen untuk bernafas dan hidup kembali, tapi begitu sulitnya hal itu kudapatkan. APa yang aku lakukan? Bukan, bukan mencari nafas buatan. Aku coba merenung, mengingat-ingat bagaimana aku bisa terpuruk disana, diruang gelap dan sempit itu.

Butuh waktu lama, seperti yang aku bilang tadi.
Kini aku mencoba berdiri, mencari nafasku lagi. Ada sebuah cahaya kecil yang membuatku tersadar akan semua ini, SEMANGAT. Ya, semangat yang tangguh. Walau sudah berkali-kali aku mencoba menyemangati diriku, ternyata itu tidak cukup bila tidak direalisasikan entah kepada publik maupun diri sendiri saja.
Sebuah karya harus punya semangat karena karya adalah nafas, karya adalah kehidupan.
Cahaya ini begitu hebat. Perlahan aku mencoba bernafas lagi dengan bantuan cahaya ini. Ada lagi cahaya lain datang mendampingi cahaya sebelumnya, adalah HARAPAN.
Semangat dan harapan, teman! Dua kunci ini yang penting agar kita dapat hidup kembali.

Hmm... ini baru langkah awal. Aku belum memulai sepenuhnya. Aku sedang mengumpulkan cahaya sebanyak mungkin agar hidupku bisa setangguh dahulu.
Tanpa ada maksud sombong atau apapun, karyaku memang menjadi nafasku. Menciptakan satu karya berarti aku sudah bernafas sebanyak mungkin.

AKu ingin hidup kembali!
Aku membutuhkan nafasku!
Aku harus berkarya lagi!
Aku harus bisa!
Hai kegelapan, menyerahlah dengan cahaya yang kubawa ini!

dan sembari itu, datang lagi cahaya lain.... INSPIRASI

_bUdzZ_010_

Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi