Turun ke Lapangan #2 part 1





Assalamu'alaikum wr.wb

Selamat pagi :)
Sekarang aku mau membagi cerita pengalaman Praktik Lapangan Wawancara yang ke dua. Topiknya kali ini adalaaaahh.... #jeng #jeng mewawancarai penulis! Yeeeaaaayyy!!
Untuk kisah yang kali ini jelas berbeda dengan pengalaman PL1 kemarin. Waktu yang diberikan untuk tugas ini lumayan lama, sekitar 2 minggu. Sebenernya, hari Selasa (13/11) harusnya Abang masuk kelas untuk menjelaskan pada kami soal PL2 ini, tapi karena Abang berhalangan hadir, kahirnya Pak Rana lah yang memandu kami. Nah, pada instruksi awal, minggu depan (20/11) kami sudah harus mengumpulkan rancangan pertanyaan dengan calon terwawancara yang sudah pasti. Berarti kalo gitu kita udah harus bikin janji, dong, ya sama calon narasumbernya? Peraturannya masih sama: satu narasumber untuk satu orang. Nah, karena kelas ku kelas pagi, itu jadi keuntungan buat kami karena kami bisa langsung ngetag in siapa narasumber yang akan kami wawancarai. Kami langsung bikin file di grup facebook dan menulis nama kami serta calon terwawancaranya.

Hmm.. malamnya, aku coba buka facebook lagi, ternyata di komentar post file narasumber itu udah rame, sodara-sodara. Anak-anak kelas lain pada protes, kenapa yang belum fix jadi narasumber itu udah ditulis di file sana. Akhirnya, kami sepakat kalo yang boleh menulis di sana cuma yang narasumbernya udah pasti. Waktu itu anak-anak sedikit emosi, sih dengan hal ini, hehehee...
Akhirnya, malam itu menjadi malam yang sedikit panas karena peperangan dimulai lagi. Semuanya belromba-lomba mendapatkan narasumber yang bener-bener terkenal dan bagus.

Jadi, untuk PL2 ini kami disuruh mewawancarai penulis terkenal. Instruksi awal, sih bilangnya boleh penulis apa aja -penulis buku, penulis artikel, penulis skenario, dan sebagainya. Nah, malam itu aku coba menghubungi tante aku, Mama Endang yang ada di Depok. Beliau dulu juga lulusan komunikasi, jadi harusnya punya lah link penulis terkenal gitu #maksa. Selain itu, aku juga coba hubungi Fahd Djibran lewat email, untuk mencari cadangan aku coba tanya-tanya ke kakak-kakak senior yang suka baca buku. Kak Luckty, teman friendster dan yang-tanpa-kusadari juga merupakan lulusan Fikom Unpad juga aku tanyai. Dia kasih rekomendasi Jie Effendi dan Vabian Budi Yogi (Vabyo). Aku pun coba hubungi keduanya.

Hmph, rada hectic juga, sih untuk cari narasumber PL2 ini. Selain penulisnya harus terkenal yang notabene tau-sendirilah-orang-terkenal-itu-gimana, kami juga belum tau sebenarnya kriteria penulis yang dimaksud Abang itu seperti apa. Oke, lanjut saja ke cerita selanjutnya...

Email ke Fahd Djibran waktu itu langsung dibalas. Hari Rabu tanggal 21 November dia mengisi acara di FIB Unpad, jadi aku tanya boleh nggak kalau wawancara setelah cara itu. Lalu, dia bilang boleh dan akhirnya aku langsung bikin janji sama dia. Langsulah aku tulis di file narasumber di grup facebook "Arifina Budi    Fahd Djibran". Udah seneng, nih ceritanya. Udah bahagia. Udah bisa bobo tenang.

Keesokan harinya, aku buka handphone, ada sms dari Ujik. Isinya seperti ini:
Upik aku kan ngincer  fadh jibran, trus udah email sm twitter. Dianya bilang mau.
Trs barusan aku baru liat facebook. Jeng jeng Eh ternyata Upik juga Fadh
Aduhhhh
Aaaa gimana dong :"""
Aku patah hati

*teks pesan singkat ini tidak direkayasa dan tidak disunting sama sekali oleh penulis


Beuuuhhhhhh... udah terlanjur senyum-senyum, yah bobo nya malem itu, lalu pagi-pagi ada sms seperti itu, rasanya.....
Akhirnya, karena aku merasa bukan orang nomor satu yang menghubungi Fahd Djibran dan dia juga bukan target utamaku, akhirnya aku bilang ke Ujik kalo aku bakalan cari lagi dan aku hapus "pesanan narasumber" aku dari file facebook itu.

Dan perburuan pun dimulai lagi.................................

Informasi dari Mama Endang sendiri juga sudah aku dapatkan. Ada seorang temennya yang deket dan dulu waktu kuliah katanya satu geng. Dia adalah penulis artikel politik, sering disuruh nulis di Tempo dan Kompas, bukunya juga sudah terbit dua, namanya Pak Kuskridho Ambardi.  Dia adalah penulis buku "Mengungkap Politik Kartel" dan buku yang kedua adalah hasil kolaborasi dengan dua penulis lain, judulnya "Kuasa Rakyat", selain itu ia juga merupakan ketua Lembaga Survey Indonesia sekarang. Aku pun mikir, waduh kalau politik bahasannya berat dong, ya? Syubidubidaaaammm, aku pun galau. Kata Mama Endang, Om Kuskridho alias Om Dodik ini kalau hari Selasa, Rabu, dan Kamis ada di Jakarta, selain itu ada di Jogja.
Wow... Jogja.. Bisa sekalian pulang, nih? pikirku.
Akhirnya, sama Mama Endang dibantu menghubungi dia. Aku tinggal tunggu informasi aja. Oke baiklah. Sementara Mama Endang menghubungi Om Dodik, perburuanku terus berlanjut.

Pagi-pagi hari Rabu, aku pun langsung coba hubungi Dewi Lestari melalui email. Awalnya deg-degan sih, entah kenapa hahaaa... tapi akhirnya aku kirim juga itu permohonan wawancara. Nah, siangnya dia balas email itu. Dan katanya dia lagi nggak bisa diwawancara sampai akhir tahun ini karena lagi sibuk pindahan, jadi semua permohonan wawancara baik personal maupun dari media harus ia tolak semua.

Hmpft.

Oke. Nggak apa-apa. Nggak jadi wawancara Dee, nggak apa-apa... #ngirisbawang

Informasi dari Mama Endang akhirnya datang lagi. Katanya, Om Dodik mau diwawancara asalkan waktunya 1-2 jam aja. Trus, dia maunya diwawancara di Jogja. Hmmmm....... kesempatan yang bagus AAHHAHAHAHAHAHAAA Kebetulan waktu itu juga ada libur panjang, kan.. Hari Kamis tanggal 15 libur tahun baru Islam, tapi aku tetep aja galau. Haruskah aku berangkat ke Jogja? Di samping itu aku pengen pulang juga. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk berangkat. Tiket travel langsung aku pesan hari Kamis malam untuk keberangkatan besok Jumat malam. Ya, semua serba dadakan. Bahkan jujur aja aku sama sekali belum riset tentang Om Dodik, baru sebatas buku-bukunya aja sementara artikel-artikelnya belum, dan juga aku belum bikin daftar pertanyaan. Bagiku, yasudah berangkat aja dulu, yang penting pulang dulu hehehee :p

Sebenarnya, kami belum dikasih instruksi untuk 'turun ke lapangan' sama Abang, tapi anak-anak udah banyak yang terlanjur bikin janji dan bahkan udah melakukan wawancara minggu itu. Kata Abang pun silakan kalo memang sudah bikin janji. Putri aja, salah satu temen kami, udah janjian sama Felix Y Siauw untuk wawancara hari Kamis (15/11), dan sudah menanyakan ke Abang apa yang harus dilakukan, akhirnya sama Abang si Putri disuruh langsung menulis rancangan pertanyaan dan langsung diserahkan ke Abang.
Selain itu ada Kiki yang wawancara Habiburrahman El Shirazy, Seyla yang wawancara Helvy Tiana Rosa.
Maka dari itu, aku juga memberanikan diri untuk wawancara minggu itu juga. Dan berangkatlah aku ke Jogja.

Sampai di Jogja, Sabtu (17/11) pukul 05.00 aku sampai di Terminal Condong Catur, Yogyakarta. Wuah, akhirnya pulang juga, pikirku. Entah aku memikirkan apa, yang jelas waktu sampai rumah semangatku untuk melakukan wawancara itu nggak gede, palingan cuma 30% dari seluruh semangat yang aku punya. Bahkan sampai pukul 7.00 aku belum menghubungi Om Dodik. Akhirnya setelah mendesak diri, aku pun bikin janji dengan dia. Fixed! Wawancara dilakukan di rumahnya pukul 13.00. Tenang aja, rumahnya deket banget, kok sama rumah aku :)

Jam dinding menunjukkan pukul 09.00 dan aku masih belum bikin daftar pertanyaan. Bingung, euy mau nanya apaan -_____________- Akhirnya, sambil nonton film, aku sambil mikir pertanyaan juga hahahahaa U.U

Wawancara seorang penulis artikel dengan penulis novel atau cerpen bahasannya memang beda, ya. Berdasarkan hasil perbincangan aku sama Om Dodik sendiri, hal yang aku dapatkan adalah bagaimana proses menulis artikel itu. Lalu, karena dia adalah penulis artikel politik, diajaklah aku berbincang soal politik :')
Jadi, di awal pertanyaan aku tanya sejak kapan menulis? Nah, Om Dodik ini awalnya nggak tau kalau dia bisa menulis dan sebenernya nggak suka menulis. Cuman, waktu itu tahun 1984 ia menulis makalah tentang bahasa Inggris. Makalahnya cuma 5 halaman, tapi sama temennya disuruh coba kirim ke koran. Eeehh, tanpa diduga tulisan itu ternyata dimuat. Sejak saat itulah dia mulai rajin menulis.

Selain itu, ia juga suka baca buku terutama buku-buku sastra. Di kampus waktu itu pun ia membuat Kelompok Jurnal Publishing yang kegiatannya adalah menulis feature dengan foto dan artikel di dalamnya. Ia juga berteman dengan banyak orang, termasuk para sastrawan kayak Emha Ainun Najib. Waktu ditanya kenapa menulis menjadi pekerjaan (sampingan) nya, ia jawab "Menulis itu asik!" dnegan penuh semangat. Hmmm... emang bener, sih.. Di sisi lain, ia juga merupakan seorang dosen, jadi nggak mungkinlah kalo nggak menulis.

Oke, itu sekelumit cerita dari wawancara pertama dengan penulis. Tulisan ini sengaja dibagi dua karena ada satu ilham yang aku dapatkan di rumah dan membuat aku banting setir untuk kembali mewawancarai seorang penulis, yaitu penulis novel teenlit dan metropop yang juga pernah bersanding menulis dengan Asma Nadia.

Ada apa??????
Bacalah Part 2 dalam sekmen tulisan yang sama, Turun ke Lapangan #2 ;)


arifina007



Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi