Day 18 Without IG: Arogansi Antar Netizen



"Selamat datang sobat misqin di Twitter"

Kira-kira begitu isi tweet para netizen Twitter yang baru pada pindah dari Instagram. Sekian lama aku meninggalkan Twitter, ternyata aku melewatkan banyak hal unik di sana. Hal unik yang akhirnya menyadarkanku pada sesuatu.



Sobat Twitter adalah sobat misqin katanya. Soalnya di Twitter gak bisa pamer kemewahan dan gengsi. Menurut mereka, Twitter gak punya pagar pembatas bagi siapa aja yang ingin menunjukkan dirinya sendiri. Mau galau, mau marah, mau sedih, mau bahagya, semua boleh dilakukan di Twitter tanpa harus takut ada yang menghakimi--karena warga Twitter semuanya sama: ingin membuang keluh kesah dalam pikiran apa adanya.

Dan beberapa waktu lalu Mojok mengunggah tulisan tentang fenomena warga Instagram yang berbondong-bondong kembali ke Twitter soalnya algoritmanya sudah gak asyik. Ya, sejak akhir 2017 kemarin algoritman IG makin bikin jengkel salah satunya karena feed yang gak lagi tampil berdasarkan kronologi melainkan relasi antara user satu dengan lainnya. Mirip seperti Facebook, gambar yang muncul adalah gambar dengan komen terbanyak atau dari akun yang sering melakukan interaksi dengan user.

Hm, tujuannya sih mulia. Duo media sosial bikin algoritman begini supaya antaruser semakin aktif berinteraksi. Makin banyak like dan komen yang kita lakukan, postingan kita akan semakin mudah tampil di feed Instagram teman-teman kita, begitu pula sebaliknya. Nah, karena gak semua orang suka 'aktif' berinteraksi, menggunakan media sosial cuma sebagai sarana tontonan dan informasi tapi tetap ingin pamer aktivitas, hal ini pun bikin kzl.

Lalu, karena banyak yang geser lagi ke Twitter, netizen Twitter yang masih aktif tampaknya sedikit kelabakan. Merasa 'terancam' soalnya lapak hiburan mereka akan semakin ramai sama para 'tukang pamer'. Menurut mereka, kehadiran warga Instagram dikhawatirkan akan meruntuhkan segala kesederhanaan warga Twitter yang lebih senang buang kata-kata dalam kepala tanpa ribet milihin gambar dan caption yang ciamik. Wah, ternyata anak Twitter punya arogansi juga ya.

Lucu aja, sih melihat fenomena ini. Walaupun sebenarnya ini cuma fantasi, maksudnya gap antara 'anak Twitter' dan 'anak Instagram', tapi kesenjangan ini tampak begitu nyata. Dunia Twitter gak kalah ramai dengan Instagram, bedanya ya cuma satu: gambar. Masyarakatnya? Sama aja arogan dan seperti itu emang fitrahnya manusia ya kayaknya, suka mencari-cari pembenaran wkwk.

Coba ketik kata kunci 'pindah ke Twitter', banyak cuitan para warga Instagram yang berbangga hati pindah ke Twitter dan ngetwit kalimat-kalimat pembenaran kenapa mereka pindah. Kemudian di twit-twit ke bawah lagi akan semakin banyak kita temukan hujatan dari pengguna Twitter kepada pengguna Instagram, ngatain bahwa anak IG itu alay dan sebagainya. Padahal ya, padahal kalau dipikir-pikir kenapa sih harus membeda-bedakan perilaku anak-anak medsos? Kan sama-sama manusia ya? Apalagi yang pindah dari IG ke Twitter itu juga temen sendiri, nah loh? Mau apa?

Sekarang ini kita memang disuguhkan beragam platform sharing. Gak cuma media sosial, messenger pun sekarang ikut-ikutan punya platform itu. Di WhatsApp contohnya, sudah ada story juga. Terus di LINE ada fitur Live. Jadi, mau bersembunyi seperti apa pun, pasti ada hasrat dalam diri kita untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran maupun aktivitas yang sedang dilakukan melalui platform sharing tersebut. Tujuannya satu: biar semua orang tahu, meskipun dari unggahan tersebut kita gak dapat respon apa pun.

Dari semua platform tersebut, bentuk kontennya pun berbeda-beda. Instagram dan Twitter jelas adalah media sosial dengan tujuan berbeda. Twitter (dulunya) adalah platform khusus sharing informasi melalui teks, sementara Instagram adalah platform photo-sharing based yang emang tujuannya buat sharing foto-foto kece. Facebook pun dulunya adalah platform jaringan pertemanan. Semakin ke sini, makin banyak penggunanya, makin aroganlah setiap manusia. Saling membandingkan pengguna media sosial, semakin merasa bahwa yang dilakukannya adalah yang paling benar. Bahwa media sosial pilihannya adalah yang paling tepat.

Padahal, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Saleem Alhabash dan Mengyan Ma, tujuan orang-orang menggunakan Twitter dan Instagram itu hampir sama. Mereka bikin peringkat motivasi seseorang menggunakan media sosial. Ada 8 motivasi: convenience, entertainment, medium appeal, passing time, self-expression, self-documentation, social interaction, dan information sharing. Hasilnya, pengguna Twitter dan Instagram punya keecenderungan peringkat motivasi yang mirip. Tiga peringkat teratas keduanya adalah convenience, entertainment, dan medium appeal.

Bedanya barangkali ya bagaimana para user itu memanfaatkan dua media sosial tersebut. Dan karena dua platform ini konsepnya beda, maka perilaku usernya pun berbeda. Sebenarnya sesederhana itu, tapi manusia tetaplah manusia yang selalu punya arogansi untuk ditampilkan.

Sedihnya, aku pun tak luput punya kecenderungan itu. Membanggakan diri kembali ke Twitter dan agak anti sama Instagram. Padahal keduanya sebenarnya gak salah. Yang salah adalah bagaimana aku berperilaku di 2 platform ini. Barangkali yang bikin kita selalu merasa tidak puas pada pencapaian diri sendiri adalah terlalu sering lihat unggahan aktivitas orang-orang di media sosial. Hal itu akhirnya bikin kita jadi sering berburuk sangka pada mereka, iri, dan gak jarang malah menngutuk diri sendiri.

Kemarin ada sebuah artikel yang nyebutin bahwa tips hidup bahagia adalah STOP berpikiran buruk. Jadi, kalau ada anak IG yang memutuskan pindah ke Twitter, gak usahlah merasa terancam. Mereka juga sama-sama ingin bahagya. Kalau merasa hidupmu tidak bahagya, berusahalah lebih keras biar bahagya beneran. Berusahanya jangan di media sosial tapi di dunia nyata.

Hidup ini rasanya membahagiakan kalau tidak semua aktivitas pribadi diunggah ke media sosial. Ada lebih banyak hal yang bisa direnungi dengan tidak menampilkan kegiatan-kegiatan seru sehari-hari lewat media sosial. Lebih dari itu, hubungan dengan teman-teman justru akan lebih baik kalau kita ngobrol dengan mereka secara personal. Setidaknya hal-hal itu yang bisa aku simpulkan di hari ke-18 ini.


.arifina007.




Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi