Ketika Tak Bisa Memelukmu



Memelukmu rasanya cuma inginku saja
Tak bisa kubiarkan jantung ini agar biasa saja berdetak
Nyatanya dag-dig-dug dalam dadaku itu terus bergemuruh
Semua gara-gara punggungmu
Punggung yang aku saksikan lagi malam itu

Memandang punggungmu, aku ingin mengulang kembali memori itu
Saat berbagi cerita menjadi momen yang begitu sakral
Tanpa ada dinding tinggi menghalangi kita
Sehingga suara-suaramu, suara-suaraku, saling kita dengar, saling kita rasa
Bahkan aku sanggup memahami setiap detak jantungmu

Aku ingat dulu kau pernah menangis lalu menyandarkan kepalamu di pundakku
Karena kepalamu tak sanggup lagi menerima berbagai hantaman kenanganmu bersamanya
Kau rebahkan di atas pundakku yang jauh lebih rapuh dari kayu berayap
Pertama kalinya kau menangis, di hadapanku
Tapi toh aku tidak bisa memelukmu karena aku bukan siapa-siapa
Hanya kupinjamkan pundak sempitku ini demi meresapi setiap bulir kesedihan dalam air matamu

Aku memandangi pundak dan punggungmu yang bergetar
Badan besarmu nyatanya tak mampu pula menahan segala rasa sakit itu
Dan begitulah punggungmu bila badai menerpa

Lalu kita berpisah
Tak ada lagi kata dan cerita. Semuanya berhenti dan dinding itu terbangun

Aku melihat lagi punggungmu. Berdetak lagi jantungku
Dan punggungmu... aku melihatnya lagi, layu dan lesu seperti dulu
Tapi aku sadar kini kita tak sama lagi
Aku tetap tak bisa memelukmu
Lalu kubiarkan kau mengurung sendirian di pojok sana


Surabaya, 1 September 2017




.arifina007.

Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi