Gadis Rantau #5: Yang Bikin Baper.. Bikin Laper..

Setelah episode yang galau-galau, sekarang agak nyantai sedikitlah ceritanya, ya.

Hm.

Satu semester pertama tinggal di tanah Sunda, aku mengalami yang namanya food culture shock, alias gegar budaya makanan. Di episode pertama aku sempet tulis kalo di masa awal tinggal jauh dari rumah aku menderita diare yang ga kira-kira datengnya bisa kapan aja, bahkan pas ospek sekalipun. Mungkin itu salah satu efek dari gegar budaya makanan tadi.




Iya, kebiasaan makan makanan yang agak manis di Jogja, lalu tiba-tiba aku harus tinggal di tanah Sunda yang makanannya asin dan pedes. Perut dan lidah ini kayanya nggak bisa sinkron sama otak waktu itu. Oh God, ternyata pindah tempat tinggal itu urusannya bukan cuma mental, tapi juga perut! Tapi, alhamdulillah setahun kemudian lidah dan perutku ini udah mulai mau menerima makanan-makanan di sini, di Jatinangor.

Menu makanannya sebenernya kebanyakan ya biasa aja. Nasi, ayam, lalapan. Banyak banget warung di sini yang menyediakan menu makanan itu. Tapi, ada beberapa makanan dan tempat makan di Jatinangor ini yang kayanya akan sangat aku rindukan ketika aku harus hengkang dari sini. Jajanannya pun unik-unik, nggak pernah nemu jajanan semacam itu di Jogja sana. Ini dia jajanan yang sangat bikin rindu kalo pulang:

1. Lumpia basah


Ini salah satu jajanan alias street food yang baru aku temukan di Jatinangor seumur hidup ini. Lumpia basah ini adalah sejenis makanan berupa tauge yang ditumis dengan berbagai bumbu dasar, dikasih telor, ditambah dengan bengkoang manis yang udah dimasak pake kecap sehingga bentuknya menyerupai rebung seperti yang jadi isian lumpia goreng khas Semarang itu. Lebih enak dimakan panas-panas dan pedaass, jadi kalo beli suka minta ekstra pedas gitu sama mamang jualnya. Udah dimasak gitu isiannya, lalu dimasukkan ke kulit lumpia yang udah diolesin dengan saus gula merah kental yang jadi sentuhan rahasia kelezatan jajanan aneh satu ini.

Lumpia basah jadi jajanan yang menjamur di Jatinangor. Hampir di setiap sudut wilayah Jatinangor ada aja yang jualan lumpia basah. Sebenarnya ini kalo kata orang-orang adalah makanan khas Bandung. Iya, kalo ke Bandung kita juga akan selalu menemukan jajanan satu ini. Tapi, sepanjang perjalanan menjelajahi berbagai macam lumpia basah baik dari Jatinangor maupun Bandung, lumpia basah paling enak cuma ada di Jatinangor. Yang paling terkenal adalah lumpia basah Aa Puloh, tapi ada juga lumpia basah enak lainnya yang gerobagnya ngga ada namanya, letaknya di jajaran warung makan gerbang lama Unpad, sebelahnya mamang es pisang ijo.

Rasanya manis pedes gurih gitu, lumayan buat ganjel perut yang laper tapi hati-hati aja kalo perut bener-bener kosong trus makan ini nanti perutnya kembung, ya iya soalnya kan makan tauge haha. Pada dasarnya emang beda tampilannya sama lumpia pada umumnya, apalagi lumpia ala-ala Semarang yang digoreng kering. Awalnya agak aneh gitu mendengar jajanan lumpia basah ini. Temenku yang dari Semarang pun sempet merasa sebel sama makanan satu ini (sebelum akhirnya doyan juga) gara-gara makanan khas daerahnya "diotak-atik" jadi aneh, pake isian tauge pula.

Dulu ini termasuk jajanan yang murah. Iya, dulu, 4 tahun yang lalu. Harganya masih goceng, bisa dapet banyak, lumayan banget ngenyangin perut. Tapi seiring kenaikan harga BBM, sekarang harganya jadi 8ribu. Sedih. Miris. Aku kehilangan jajanan murah :( 


2. Seblak Basah


Ini dia yang jadi idola kebanyakan manusia di Jatinangor. Yap! Seblak basah juga nggak kalah tenar sama lumpia basah, bahkan biasanya dijual satu gerobak bareng jajanan yang nomer satu tadi. Ini juga merupakan jajanan khas Bandung dan dibawa pula ke Jatinangor dan lagi ngetren banget dimana-mana, bahkan di Jogja aku pernah lihat ada warung yang menjual jajanan satu ini.

Seblak kalo di bahasa Jawa itu artinya sapu lidi yang suka buat ngebat-ngebatin kasur. Tapi di sini, seblak adalah jajanan yang isinya biasanya berupa kerupuk yang direndem air lalu ditumis pake bumbu "seblak", biasanya ditambahin telor juga untuk pemanis, paling enak dimakan pedes. Seblak itu sebenernya adalah cara masak, atau mungkin nama bumbunya kali, ya. Sama kayak rendang. Kan, ada rendang ayam, rendang sapi, rendang telor, dan isian lainnya. Begitu pula dengan seblak. Isiannya yang paling populer adalah kerupuk lemes, tapi ada juga varian mie, kwetiaw, makaroni, siomay kering, batagor kering, dan jenis-jenis keripik lainnya. Nggak sedikit juga yang bikin varian seblak ceker ayam.

Jadi seblak itu adalah bumbu rahasia makanan ini. Terbuat dari kencur, bawang putih, bawah merah, garam, dan kaldu. Lalu di luar itu ada bumbu tambahan lainnya kayak gula dan cabe. Itu! Cabe nggak boleh lupa dimasukkan dalam komposisinya karena sensasi makan seblak ada pada kepedasannya.

Sama seperti lumpia basah, jajanan ini ada di hampir seluruh sudut wilayah Jatinangor, bahkan ada yang bikin warung khusus seblak. Pun harganya dulu empat tahun lalu sempat di angka 5ribu rupiah dan sekarang untuk yang polosan alias original harganya jadi 7ribuan.
Walaupun jajanan ini menjamur dimana-mana, tapi sangat susah dapet seblak yang rasanya bener-bener pas di mulut. Beda sama lumpia basah yang umumnya rasanya hampir sama. Sejauh ini, seblak paling enak di Jatinangor adalah seblak Jatos, tepatnya di samping mall Jatos.


3. Bakso Ciseke, bakso paling enak se-Jagad Raya Dunia Alam Semesta

Sebenarnya dulu aku bukan penyuka bakso, tapi sejak menemukan warung bakso Ciseke ini aku jatuh cinta sama makanan bundar satu ini. Kenapa dulu nggak suka bakso? Karena buatku rasanya membosankan dan seringnya bakso yang ada itu lebih banyak tepung daripada sensasi dagingnya. Pun harganya mahal, kalo mau yang murah kita harus rela menyiksa perut untuk mencerna bahan-bahan kimia dalam bakso yang kita makan itu. Udah gitu, kalo mau bakso yang beneran, yang mahal harganya, porsinya suka nggak memuaskan, jadilah malas makan bakso.

Tapi bakso Ciseke satu ini adalah pelipur lara dan menurutku nggak ada bakso lain di dunia ini yang porsinya pas, murah, dan rasanya enak banget seperti bakso Ciseke ini. Lima tahun di Jatinangor, bakso ini selalu jadi favoritku dan temen-temen se-geng.

Bakso itu biasanya terkenalnya adalah bakso Solo atau Wonogiri. Nggak tau kenapa stereotip ini muncul dan tertempel pada orang Solo, padahal kayanya kalo ke Solo aku jarang menjumpai warung bakso. Kebanyakan warung nasi liwet atau timlo. Tapi, bakso Ciseke ini pengelolanya adalah orang Solo asli. Jarang pulang kampung demi membahagiakan anak-anak Jatinangor yang cinta bakso dan cinta rupiah. Tapi sekalinya pulang kampung bisa ampe dua bulan dan itu sempat membuat hatiku dan teman-teman sedih karena nggak tau lagi harus makan bakso kemana.

Empat tahun lalu harganya masih 8ribuan, sedangkan mi ayamnya yang juga ga kalah enak harganya 6ribuan. Sekarang, seiring kenaikan harga BBM, harga baksonya jadi 10ribuan dan untuk mi ayam originalnya harganya 7ribu. Ini termasuk murah mengingat porsi bakso dan mi ayam yang selalu hampir luber dari mangkok ayam jago. Udah gitu masih dibonusin pangsit sama masnya. Wah, betapa mulia sekali yang jualan bakso ini.

Soal mi ayam, di Jogja ada tuh mi ayam terkenal yang mie-nya warnanya ijo, ada di daerah Ungaran sepan SD Ungaran 1. Itu dulu juga jadi jujugan favoritku dan temen-temen SMA untuk makan mi ayam. Waktu itu harganya 7ribu, belum sama pangsit. Tapi porsinya nggak sampe tumpe-tumpe mangkok. So, bakso Ciseke emang paling T.O.P! Gonna miss this place :(


4. Pisang goreng dan Mendoan seluas samudra

Pisang goreng adalah makanan paling enak sejagad raya. Tapi biasanya kalo beli di mamang gorengan, harganya seribuan dan cuma dapet setengah potong pisang. Tapi di sini, kita akan menemukan sebuah tempat di mana tempat ini menyediakan pisang goreng (dan mendoan) segede kertas A5 harganya 3ribu rupiah!

Nggak bohong.
Mendoan pun sama. Kalo kita pesen di gerai 2T*ng atau Tong T*i, mendoannya cuma segede kartu remi dan cuma empat potong seporsi, harganya 20ribu. Di sini, dengan 3ribu rupiah aja kita udah dapet mendoan yang segede-gede gaban. Makan hiji ge kenyang ini mah, serius.

Warung yang jualnya ada di pengkolan pangkalan Damri, sebrang Masjid Al-Jabar ITB. Judul warungnya "Mendoan Khas Banyuwangi". Warungnya kecil, tapi cat ijonya bikin sakit mata dari kejauhan. Bukanya setiap sore, sekitar jam 4 sore. Kalau nggak salah setiap Jumat atau Minggu tutup. Jangan sampe kemalaman kalo mau beli pisang gorengnya karena cepet habis. Sedangkan menu utama, yaitu tempe mendoan, stoknya lebih banyak jadinya selalu ada sampai tengah malam pun.

Mendoannya itu bener-bener mendoan, yang digoreng lemes dan nggak kering. Tempenya enak, rasa gurihnya pas. Dan tempe mendoan nggak akan lengkap kalo nggak dimakan bareng sambel kecap, jadi setiap kita beli akan dikasih free sambel kecap yang juga enak banget. Sedangkan pisang gorengnya pisangnya digoreng satu biji, dipotong jadi kipas. Tepungnya dikasih manis sedikit karena biasanya pisangnya agak tawar. Nggak ada salahnya juga bereksperimen, makan pisang goreng pake sambel kecapnya karena rasanya enak juga kok.

Walaupun warungnya kecil, tapi masnya menyediakan dua meja untuk pesenan mendoan yang dimakan di tempat. Jadi, kita bisa menghabiskan semalam hangat bersama teman-teman terdekat. Ya, warung ini menunjukkan pada kita kalo ngumpul itu nggak perlu di tempat yang hedon-hedon. Di warung kecil inipun kita bisa bebas bercengkrama sama temen-temen sambil makan mendoan dan pisang goreng seluas samudera.


5. Ayam Goreng Laos (AGL)


source: http://media.foody.id/
(karena udah jarang ke sana jadi gapunya foto sendiri, maafkan)


Kalau bingung mau makan apa dan makan di mana, hasil musyawarah terakhir memutuskan bahwa kami makan di Ayam Goreng Laos (AGL). Ini selalu terjadi, entah kenapa. Mungkin karena menunya paling sederhana, paling gampang diterima sama lidah semua orang, dan tempatnya ada di tengah-tengah Jatinangor. Bukannya jadi pilihan terakhir, tapi justru karena AGL ini emang menyediakan tempat yang enak untuk ngobrol dengan menu makanan yang harganya (dulu) sesuai sama dompet mahasiswa.

Tempat makan ini menyajikan menu ayam goreng dan ayam bakar dengan beragam jenis bumbu: ada bumbu padang, bumbu laos, rica-rica, dan bumbu kalasan. Nggak cuma ayam, ada juga menu lainnya yang sayangnya tidak termasuk dengan paket nasi. Dulu empat tahun yang lalu, 15ribu kita udah bisa menikmati nasi ayam dan minum. Tapi, seiring dengan kenaikan harga BBM, sekarang kalo mau paket lengkap gitu paling harus mengeluarkan kocek sebesar 20ribu (dan ini jadi alasan kenapa setahun terakhir ini aku dan teman-teman mulai jarang makan disini).

Bukan cuma ayamnya yang dibikin tulang lunak dan digoreng/ dibakar dengan bumbu yang pas, tapi yang bikin nagih lainnya adalah sambel pendampingnya. Sambelnya agak manis, tapi pedesnya original banget, maksudnya nggak banyak campuran bawang seperti sambel-sambel pada umumnya. Selain itu, kalo makan ayam kan biasanya pendampingnya kubis atau timun atau selada, yah. Nah, di sini lalapan pendampingnya adalah tumis buncis! Aku yang dasarnya nggak suka sayuran yang panjang-panjang kayak gitu pada akhirnya cuma doyan makan buncis ala AGL.

***
Ya, itulah makanan-makanan yang paling berkesan dalam jiwa selama tinggal di Jatinangor. Makanan yang sepertinya tidak akan aku temukan di belahan dunia lain. Mungkin ada, tapi rasanya pasti beda, apalagi kalo tempatnya beda, sensasinya tentu berbeda pula, dan kalo temen makannya beda semuanya jelas akan berbeda.

Jatinangor selalu punya banyak cerita emang, apalagi cerita makanannya.

Mohon maaf atas gambar-gambar porno yang ditampilkan di atas. Sesungguhnya tidak bermaksud ngiming-imingi pembaca sekalian, tapi ulasan makanan itu nggak kredibel kalo nggak ada foto makanannya. No pic hoax, katanya...


.arifina007.


Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi