Ketika Grogi Mau Wawancara Orang Lagi

Selamat pagi, semesta!
Selamat pagi, Surabaya! Hujan pagi ini bikin betah ngelungker di kasur, selimutan dan dengerin lagu-lagu syahdunya Adele. Hm. Walopun hujan turun cukup deras sekitar 10 menit lalu, tapi aku tetap mencuci baju. Stay strong!

Yah, aku sudah memulai level kehidupan yang baru setelah dua bulan lalu harus melepas status sebagai mahasiswa. Nggak menyangka aku menemukan pelabuhan baru secepat ini. Aku nggak mengeluh juga karena pekerjaan yang aku dapet ini sesuai banget sama apa yang aku bayangkan setahun lalu. Persis. Ajaib sekali memang, hmm...






Dari mojang priangan sekarang aku sedang bertransformasi jadi arek Suroboyo. Ya, kembali lagi ke Jawa hanya lebih ke timur. Setidaknya yang bikin bersyukur juga adalah Surabaya ke Jogja nggak sejauh Jogja ke Bandung. Tapi ke Bandung dan Surabaya itu subhanallah sekali jauhnya. Salut sama yang nyiptain lagu Naik Kereta Api, seperti betah sekali naik kereta dari Bandung-Surabaya dan naik dengan percuma. Tiga belas jam di dalem kereta itu udah cukup bikin mati gaya heu~

Sekarang aku didaulat menjadi editor di Good News from Indonesia (GNFI), kantor berita yang mengusung berita dan kabar-kabar baik dari Indonesia. GNFI sebenernya udah lama berdiri, tahun 2009. Tapi baru berubah jadi media dan berbasis bisnis tahun 2015 lalu, jadi itungannya masih baru banget. So, here I'm writing for GNFI about anything good from Indonesia. It's pretty interesting and although it's good news, it doesn't mean easy to get that good news. That's the challenge: getting good news. Hm.

Selama dua minggu bekerja ini aku masih menulis dari kantor aja, tidak ke lapangan dan wawancara langsung. Aku menulis ulang berita-berita baik yang sudah naik di web berita lain. Nah, kemarin aku ditugaskan untuk mewawancarai peraih emas panahan di ajang ASEAN University Games (AUG) 2016. Meliput seseorang dan mengangkatnya jadi profil untuk media memang jadi salah satu hobiku. Buatku, menceritakan prestasi seseorang itu adalah sesuatu yang patut dilakukan dan disebarkan. So, I took this job.

Sudah lebih dari setahun sekiranya aku nggak liputan maupun wawancara ke lapangan. Satu tahun itu ternyata waktu yang amat lama dan bikin cepet usang kebiasaan yang pernah kita lakukan dulu. Untuk wawancara seseorang, kalo kita belum pernah ketemu orangnya, tantangan pertama adalah bagaimana cara menghubungi orang tersebut. Jadi, tugas pertama adalah mencari kontaknya. Ini adalah bagian yang paling sulit dalam proses liputan. Beruntung sekarang udah ada media sosial jadi seenggaknya kita punya alternatif menghubungi sang narasumber. Gimana dengan jaman dulu ya ketika hape belum diobral kayak kacang seperti sekarang?

Nah, kalo sudah dapet kontaknya tentu kita harus segera menghubungi yang terkait. Ini adalah tantangan kedua. Bukan soal merangkai kata untuk minta izin wawancara, itu masalah moral aja. Cuman, yang jadi tantangan adalah sabar menunggu balasan dari calon narasumber. Huhuuu... dulu memang udah sering mengalami yang namanya nunggu balasan kayak gitu jadi I could take it easy. But now, aku deg-degan lagi. Setiap hape bergetar aku selalu takut untuk membukanya, takut kalo bukan calon narsum yang bales :"")

Bahagia itu akan datang pertama kali ketika calon narsum udah membalas pesan kita. Walaupun setelah itu kita akan menunggu lagi. Setidaknya kalau sudah terhubung perjalanannya akan lebih mudah. Nah, problem selanjutnya adalah bagian menyiapkan pertanyaan. Ya, kalau wawancara itu pertanyaan harus disiapkan. Kaya waktu sekolah dulu, setiap mata pelajaran berakhir guru kita selalu berpesan supaya sebelum ada pertemuan kita belajar dulu dan menyiapkan pertanyaan untuk bagian yang kurang jelas. Begitulah juga dalam proses wawancara. Kita harus riset dulu mengenai berbagai hal yang akan kita tulis, apalagi untuk wawancara profil, kita harus tau selayang pandang kisah hidupnya calon narasumber. Selain biar nggak kelihatan bego-bego amat, ini tentunya akan memudahkan kita untuk bisa dekat dengan calon narasumber. Akan ada proximity di antara calon narasumber dengan kita sendiri.

Kalau udah siap pertanyaannya, saatnya eksekusi. Ini juga jadi bagian yang mendebarkan, seperti mau ketemu calon jodoh. Sesiap-siapnya mau wawancara orang, kalau udah setahun nggak melakukannya pasti canggung, sih. Jadi, harus mempersiapkan diri juga biar nggak grogi pas ketemu narasumber nanti. Tapi canggung itu kayanya cuma akan terjadi pas awal-awal aja, ketika kita udah bisa nyambung ngobrolnya nanti akan mengalir juga suasananya. Bahkan kita menemukan pertanyaan-pertanyaan baru yang nggak tertulis dalam daftar pertanyaan kita.

Wawancara orang itu asyik memang. Selain kita dapat ilmu baru dan pengetahuan baru, kita juga bisa dapat teman baru, yaitu sang narasumber itu sendiri.

Sebenernya aku nulis ini buat menenangkan diri aja, sih ahahahaa... Habisan grogi mau wawancarain orang lagi. Sudah itu harus menuliskan hasil wawancara, ini juga bagian yang nggak gampang kalo buatku. Tapi, seperti mulai dari tengah, dijalani pelan-pelan nanti insyaAllah akan bikin senang.

Yak, waktunya berangkat ke kantor.
Bye!

.arifina007.

Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi