Gadis Rantau #3 - Kuliah 30% Jalan-jalan 40% Ngendon 30%

Begitu diputuskan aku diterima di Fikom Unpad, hati ini rasanya tenang.
Bahagia? Enggak, biasa aja. Bahagia tapi tidak membuncah. Yang jelas aku bersyukur bener-bener diarahkan jalan hidupku untuk kuliah di komunikasi. Dan setelah menjalani kuliah di sini, aku baru merasa 'hidup' hahaha.. Yes, I wasn't really alive back then wkwk :3

Tapi ada hal yang bikin aku merasa harus menulis tentang kuliah komunikasi di sini. Mungkin nggak sedikit di sekeliling kita yang bertanya-tanya, jurusan komunikasi itu ngapain aja, sih? Bikin software? Belajar ngomong? Ya, beberapa pertanyaan itu pernah aku terima waktu awal-awal masuk kuliah dan setelah menjalaninya selama 4 tahun, kayaknya aku baru bisa jawab pertanyaan itu.

Kuliah komunikasi itu belajarnya adalah jalan-jalan.


source: anakunpad.com
Selamat malam, semesta. Jatinangor 20 derajat celcius malam ini. Seharian belum ada hujan tapi seharian ini udaranya dingin mulu, bikin mager ngapa-ngapain. Ya, M.A.G.E.R alias males gerak, penyakitnya anak kosan, eh, mahasiswa ehehhee...
Beberapa hari ini disibukkan dengan persiapan sidang kolokium jadi belum sempat nulis cerita baru Gadis Rantau ini. Yah, Alhamdulillah udah tinggal sidang aja, tapi tetep aja masih takut-takut gitu mau maju sidang. Ya, sudah. Jalani aja, sekarang lanjut cerita aja ya :)

Nggak kerasa, udah 4 tahun kuliah, setahunnya lagi sekripsian. Rasanya waktu berlalu sangat amat cepat. Kayanya baru kemarin gitu masuk kuliah, galau-galau milih universitas, berat hati mulai menjalani kehidupan kuliah, kaget dengan belajar di masa kuliah yang suasananya beda jauh sama suasana sekolah. Eh, sekarang udah mau kelar aja. Tapi itu semua adalah proses belajar, gimanapun juga. Walaupun selama 4 tahun kuliah plus setahun sekripsi sebetulnya kalau dikalkulasi aku dan temen-temen sejurusan lebih banyak mainnya daripada kuliah beneran (wkwk)

Waktu pertama-tama masuk kuliah, sempet enggak nyangka, sih dengan mata kuliahnya. Dulu aku berharap langsung belajar tentang jurnalistik. Well, hell no. Ternyata enggak. Kami harus belajar dari awal dulu, tentang konsepsi komunikasi itu apa, bagaimana cara berkomunikasi, dan kenapa komunikasi jadi kajian ilmu tersendiri pada akhirnya. Dulu waktu masih bego, masih sok tau sama jurusan komunikasi pas jaman SMA, mikirnya jurusan ini ya belajar ngomong. Udah itu, tok. Ternyata aku salah besar! Setahun pertama aku menyadari kalau ilmu komunikasi ternyata sangat kompleks dan luas. Urusannya nggak sekedar belajar ngomong, tapi juga belajar bagaimana menyampaikan pesan.

Itu tahun pertama, ya...
Tahun ke dua masuk penjurusan, aku mantap milih jurusan jurnalistik. Nah, sepanjang masa belajar di jurusan ini aku menyadari satu hal yang sangat diajarkan di fakultas ilmu komunikasi ini: kami tidak belajar bicara, tapi belajar mendengarkan.

Communication is all about listening.

Apa hal yang paling sulit ketika kita ngobrol sama orang? Ya, mendengarkan. Kebanyakan dari kita kalo lagi ngerumpi gitu, yah suka pengen ngomong terus tanpa memberikan ruang bagi orang lain untuk bicara. Itu disampaikan sama salah satu dosenku di mata kuliah Pengantar Ilmu Manajemen Komunikasi, Bu Jenny. Komunikasi itu adalah proses menyampaikan dan menerima pesan antara komunikator dan komunikan. Problemnya adalah gimana supaya maksud pesan itu bisa sampai dengan tepat sesuai yang dimaksudkan si komunikator kepada komunikan. Cara menyampaikan pesan dari komunikator itu penting, tapi bagaimana lawan bicara menyimak dan mendengarkan itu juga nggak kalah penting. Terkadang kita nggak nangkep omongan seseorang karena kita sendiri nggak mendengarkan dengan baik.

Sebuah teori itu nggak akan sampai pada pemahaman kita kalau enggak dipraktikkan. Karena kami ditekankan untuk bisa menyampaikan dan menerima pesan dengan baik, jadinya kami lebih banyak dilepas di lapangan daripada praktik di dalam kelas, cuma ngobrol sama teman sekelas. Konteksnya ini salah satunya adalah jurnalistik soalnya aku kuliahnya di jurusan jurnalistik. Jurnalis itu, kan tugasnya menyampaikan pesan dari orang lain untuk ditujukan kepada orang lain. Dengan kata lain, jurnalis adalah perantara pesan menggunakan medium media massa. Kalau seorang jurnalis nggak bisa jadi pendengar yang baik, maka ia pun tidak akan menjadi penyampai pesan yang valid pula.

Ah, jadi kangen kuliah.
Seenggaknya selama 3 tahun menempuh kuliah di jurnalistik, kami banyak sekali belajar langsung dari masyarakat, dari lapangan. Seru! Liputan kesana dan kemari, tau tempat dan orang baru, kenal sama orang hebat, belajar hal baru, dan sebagainya. Momen paling seru adalah ketika kami di semester 6. Waktu itu ada mata kuliah produksi jurnalisme cetak dan elektronik. Kami seangkatan dibagi jadi beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari 10-11 orang dan kami ditugaskan membuat karya jurnalistik dalam tiga bentuk media: cetak (majalah), televisi (program berita), dan radio (program radio). Semua kontennya harus yang kekinian sehingga kami di mata kuliah ini lebih banyak liputan ke lapangan ketimbang mendapatkan materi di dalam kelas.

Tim redaksi kebanggaan <3

Dari mata kuliah ini kalo aku sendiri jadi sedikit lebih paham tentang bagaimana produksi berita di tiga media itu, terlebih aku udah punya modal duluan untuk memproduksi berita ini karena aktif jadi anggota pers mahasiswa sejak tahun pertama.

Kangen sama ribut-ributnya kami sekelompok menentukan tema program, menentukan konten berita, menentukan sampul majalah. Kangen sama ketar-ketir nggak bisa menghubungi narasumber, panik waktu pengambilan gambar buat program TV, riweuh cari berita langsung buat laporan di radio. Kangen sama anggota-anggota kelompok, kangen rapat redaksi, dan tentunya kangen liputan bareng-bareng.

Tapi ada kalanya kami capek. Iya, nggak ada kuliah yang nggak bikin capek, jurusan apapun, termasuk jurusan komunikasi yang sering dipandang kuliahnya gampang dan nggak sibuk. Kalo udah capek gitu ada beberapa dari teman-temanku yang milih main, refreshing gitu ke suatu tempat. Kalo aku sendiri milih ngendon di kosan. Nggak cuma pas capek sih. Mata kuliah kami yang cenderung banyak di lapangan ketimbang di kelas bikin kami punya peluang untuk ngendon di kamar. Asyiknya, nih kalo mata kuliahnya adalah mata kuliah praktik dan tugas kita udah selesai, minggu depan masih ada jatah pergi ke lapangan, kita bisa ngendon aja di kosan. Tidur sampai pagi. What a life :D

Sekarang kami udah mau selesai. Sebentar lagi hengkang dari kampus ini. (Hah? Baru mau lulus sekarang? Tahun ke-5? Seriously? Baca: Ayah, Mengapa Semester Tujuhku Berbeda? )

Walaupun kuliah di kelasnya cuma sedikit, mainnya banyak, ngendon di kosan juga nggak kalah gede persentasenya, tapi ada banyak hal yang kami pelajari dan banyak inspirasi yang kami dapatkan. Kalau buat aku sendiri, kuliah di sini bikin aku semakin mengenal diri sendiri, apa yang akhirnya aku inginkan. Impian buat jadi wartawan itu udah nggak ada dalam benakku, udah aku kubur dalam-dalam. 

Putus asa?

Bukan.
Setelah sedikit tau isi dalemnya media dan bagaimana wartawan bekerja, aku ngerasa itu bukan hal yang aku inginkan. That's not so me. Not my style. Walaupun nggak mau jadi wartawan tapi aku masih jatuh cinta kok sama liputan dan wawancara orang. Maksudku wartawan adalah wartawan di media mainstream gitu, aku enggan jadi wartawan macam itu. Lulus dari jurusan jurnalistik pada akhirnya nggak serta merta mewajibkan kami untuk jadi jurnalis. Ada banyak pekerjaan di luar sana yang juga butuh ilmu-ilmu jurnalistik.

Jadi, apakah kuliah di sini susah?
Enggak, sih. Biasa aja.

Apakah kuliah di sini menyenangkan?
Mm, biasa aja.

Apakah kuliah di sini seru?
Seru, di beberapa semester.

Yang penting jalani aja.
Yang penting banyak mainnya.
Yang penting bahagia.


.arifina007.



Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi