Jatinangor 19 Derajat




Selamat malam, semesta

Kemarau sudah tiba, waktu-waktu jenuh di lapangan sudah usai. Akhirnya, aku kembali lagi ke sini, pijakan pertama rantauku, Jatinangor. Sebuah daerah kecil yang selalu berpura-pura berlagak seperti kota. Sebuah daerah kecil yang pada awalnya menyebarkan benih benci, enggan, segan tapi setelah empat tahun berjalan, benih itu nyatanya tumbuh menjadi rasa cinta dan rindu. Sebuah daerah kecil yang siapa pun para perantau di sini tak ingin tinggal, yang tak pernah disangka-sangka rupanya, namun pada akhirnya ia menjadi persinggahan hati kami. Daerah kecil ini bernama Jatinangor.


Dulu, dua bulan tak kembali ke sini rasanya tak bersalah. Bahkan kalau perlu tak usahlah lagi kembali ke sini. Tapi apa daya? Di sinilah tempatku menuntut ilmu, mewujudkan impian, dan berkembang melebarkan sayap. Di sinilah tempat pilihanku untuk mulai berlari dan terbang. Mau tak mau, jika waktunya sudah tiba, aku harus kembali lagi ke sini.

Tapi kemarin...
Tiga minggu aku tak kembali ke sini. Selama itu aku merasakan rindu pada Jatinangor yang ternyata diam-diam sudah membuatku jatuh hati. Entah hal spesifik apa yang kurindukan dari sini, dari Jatinangor. Mungkin aku rindu para sahabatku? Mungkin aku rindu kamar kosanku? Mungkin aku rindu suasana kepura-puraannya sebagai kota? Mungkin aku rindu semuanya? Yang jelas aku merasa rindu...

Akhirnya aku kembali lagi ke sini. Dan kali ini aku akan menyebutnya 'pulang'.

Aku pulang. Akhirnya aku pulang lagi ke Jatinangor.

Kemarau sudah tiba. Tapi Jatinangor tampil beda. Ia curang, bisa saja menciptakan zona yang sangat nyaman buat orang-orang di dalamnya. Di luar ia terasa sangat panas, tapi di dalam rasanya selalu sejuk bahkan dingin. Perlulah kita berselimut sampai dua lapis bila ingin tidur siang. Perlulah hanya mandi satu kali sehari karena air pun disentuh sedikit saja rasanya sudah seperti air es.

Sekarang sudah malam. Bersiaplah mengenakan baju berlapis karena udara di luar begitu menggetarkan tubuh. Jangan lupa gunakan kaos kaki kalau tak kuat dingin, hati-hati bila berkendara motor, angin Jatinangor keterlaluan untuk dilawan.

Malam ini, Jatinangor 19 derajat celcius. Besok mungkin bisa jadi 17, mungkin lusa jadi 16.
Bagaimana menciptakan kehangatan di sini? Resepnya tak sulit, mungkin hanya rumit. Aku hanya perlu berjumpa dengan sahabat-sahabat di sini, berbagi cerita, saling menyalakan bara semangat, tak perlu berpelukan lama. Kita hanya perlu berbincang lama karena sudah lama pula kita tak saling jumpa.

Malam ini, Jatinangor 19 derajat celcius di malam ke-20 bulan suci Ramadhan.
Masih ada rasa rindu tersisa. Sebentar lagi mungkin aku akan lebih lama kembali ke sini. Dinginnya malam ini mengingatkanku pada rindu-rindu yang lain, semua cerita yang pernah kutulis di daerah kecil ini.

Malam ini, Jatinangor 19 derajat celcius. Ah, sebenarnya tidak hanya malam ini. Hampir setiap hari dan setiap malam Jatinangor selalu menyajikan suhu sebegini dingin. Tapi mungkin dinginnya Jatinangor yang seperti ini yang akan kita rindukan.

Jatinangor. Sebuah daerah kecil yang malamnya selalu dingin tapi tak pernah lupa memberikan kehangatan pada kita karena kita selalu bersama-sama di sini. Tidak dengan keluarga, tidak dengan ayah bunda, tidak dengan adik kakanda, tapi dengan sahabat-sahabat seperantauan.

Orang bilang, Kota Jogja terbuat dari rindu, Kota Bandung terbuat dari kebahagiaan, bolehlah kusebut sekarang bahwa Jatinangor terbuat dari segenggam semangat karena siapa pun yang pernah tinggal di sini pasti akan merasakan semangat setelah sejenak kembali.

Jatinangor 19 derajat celcius malam ini. Selamat malam, masa depan!


#Jatinangor19derajat


.arifina007.


Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi