Bersilaturrahmi di Era Media Sosial


Sumber: http://www.techcrates.com/improve-social-media-presence/


Terakhir kali aku mudah bersua dengan teman-temanku sepertinya adalah empat tahun yang lalu, semenjak kami semua lulus SMA bareng dan melanjutkan studi ke perguruan tinggi sesuai pilihan kami. Sejak itu, aku berpisah dengan mereka semua lantaran aku harus hengkang dari kampung halaman menuju ke perantauan tempatku akan melanjutkan studi. Dan sejak itu tentu saja aku kesulitan untuk bisa bertatap muka langsung meski cuma sekadar mengucap "Hi! Apa kabar?" dengan sahabat-sahabatku di Jogja. Sejak itu pula, bisa dibilang hubungan kami menjadi lebih dan lebih renggang karena komunikasi hanya dilakukan dengan chatting via Facebook maupun Yahoo! Messanger (waktu itu belum marak penggunaan smartphone, masih zamannya pakai BBM). 

Sudah masuk perguruan tinggi, kami sibuk masing-masing. Kalau kami ingin berkumpul, harus berkoordinasi menentukan waktu dan tempat melalui pesan singkat. Entah kenapa pada saat itu komunikasi malah lebih efektif ketimbang sekarang. Saat berkoordinasi itu pula, kami harus bersiap kecewa jika ada salah satu dari kami yang tidak bisa hadir karena punya agenda lain. Ya, kita sudah punya dunia baru usai masa sekolah yang kita jalani bersama waktu itu.

Sekarang, rasanya semakin sulit bagi kita untuk berkomunikasi, menjalin persaudaraan, silaturahmi dan bertatap muka. Mungkin karena kita berjauhan dan kita sibuk.

Tapi...
Apakah jarak menjadi alasan yang harus disalahkan ketika kita nggak bisa ketemu dan berkomunikasi dengan teman-teman kita? Ataukah waktu yang juga jadi biang kerok kerenggangan persahabatan masa sekolah dulu?

Awalnya kupikir begitu. Tapi setelah menjalaninya hampir empat tahun ini, sepertinya ada alasan lain mengapa kita terkesan jadi lebih sombong, bodo amat, egois, dan sok sibuk. Gawai alias gadget yang sekarang selalu berada di genggaman kita. Dari situ kita punya banyak media sosial yang dulu kita percaya "mendekatkan yang jauh".

Slogan itu rasanya nggak lagi pas dengan kondisi yang kita alami sekarang. Media sosial memang awalnya bertujuan untuk "mendekatkan yang jauh", tapi lama-kelamaan slogan itu nambah jadi "mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat".

Sekarang kita bisa berkomunikasi dengan mudah menggunakan aplikasi-aplikasi chat dan kalau pengen ngerumpi bareng tinggal bikin grup chat. Kita pikir dari grup itu kita bisa rame-ramean ngobrol, tapi pada kenyataannya nggak semua member grup itu ngerespon obrolan atau diskusi yang sedang dilakukan.
Contoh kecil aja, yang selalu jadi bahan lelucon pas bulan Ramadhan kemarin: menentukan waktu buka bersama. Yang nanya satu, yang jawab cuma bilang "terserah, gue mah terima jadi". Sudah ditentukan tanggal ternyata yang bilang-bilang terserah itu bilang ngga bisa datang. Atau bahkan yang ngajak satu, yang ngerespon 'Ayok!' banyak, tapi ketika ditanya 'Kapan?' nggak ada yang balas.

Komunikasi sekarang mudah, tapi jadi membuat kita berpikir dulu "mau ngapain chat dia?". Seolah kita chat kalau ada perlunya aja. Betul kan? Coba aja ketika kita mulai perbincangan di LINE dengan memanggil nama teman kita itu: "Aseep!!", sudah heboh demikian, si Asep cuma jawab "Eh, iya Neng, ada apa?". Jawaban seperti itu saja sudah mencerminkan seolah kita mau ngobrol kalau ada pentingnya aja.

Silaturrahmi masa sekarang lucu memang. Lucu dan bikin jengkel. Bukan cuma obrolan di grup.
Dulu ketika kita belum bersahabat dengan smartphone, kalau ketemu dan nongkrong bareng kita bisa habiskan waktu berjam-jam untuk ngobrol dari A sampe A lagi di tempat kumpul kita, sampai orang di kursi seberang udah ganti sampai tiga kali, kita nggak segera beranjak dari tempat duduk kita saking tak habisnya rasa rindu itu terbayarkan.

Sekarang, kita sudah menggenggam bukan lagi tangan orang melainkan smartphone kita sendiri. Kalau kumpul ngobrolnya sedikit, lebih banyak memandang teduh ke layar smartphone kita. Perjumpaan kita jadi useless, tidak banyak cerita yang kita sampaikan, tidak banyak tawa yang kita bagikan.

===
Tidak Peduli Sampai Canggung

Pernah nggak sih merasakan canggung ketika ketemu dengan teman masa sekolah? Atau bahkan dengan sepupu yang jarang ketemu? Padahal dulu dia jadi sahabat terbaik yang selalu mendengarkan keluh kesah dan berbagi kebahagiaan.

Bertahun-tahun nggak ketemu sahabat karib tentu saja kita merasakan rindu yang udah overload. Rasa rindu yang harus segera dibuncahkan dan cuma bisa dikeluarkan kalau ketemu dengan sahabat karib. Tapi, ketika sudah ketemu malah jadi canggung, nggak tau mau ngomong apa, nggak tau mau cerita apa, hingga akhirnya sibuk lagi sama smartphone sendiri. Ini jadi bukti bahwa media sosial menjauhkan kita yang dekat. Sebelum ketemu mungkin kita heboh di chat, cerita banyak, tapi ketika ketemu kita jadi bisu semua.

Ketika hal-hal kecil saja sudah kita perdebatkan artinya kita sudah dekat. Kalau kamu tidak tersinggung ketika aku mencelamu artinya kita sudah saling mengerti. Ketika kita menganggap semua obrolan kita adalah sesuatu yang gila, di saat itulah kita akan saling merasakan rindu ketika berpisah. Tapi, ketika kita bertemu lagi dan kesulitan memulai perbincangan, artinya kita harus mulai lagi pertemanan kita karena di saat itulah kita tidak lagi saling mengenal.

Sedih nggak, sih dilupakan sama sahabat karib? Sedih nggak, sih melupakan sahabat kita yang dulu? Pasti kita merindukan sosok sahabat kita yang kita kenal dulu, tapi ketika ketemu ternyata dari dirinya atau dari diri kita sendiri ada sesuatu yang berubah dan membuat kita jadi saling segan untuk berbincang. Ini juga yang menjadi alasan kecanggungan kita ketika berjumpa.

Apa yang ada dalam genggaman kita sekarang ini juga membuat kita jadi tidak peduli sekitar. Mata kita cuma ingin terpaku dengan layar smartphone sampai-sampai kita malah jadi enggan dan malas untuk kumpul dengan sahabat-sahabat karib. Ya, malas ketemu, rasa ini pasti pernah muncul dalam diri kita. Aku sendiri juga pernah hehehe...

Kalau sudah begini sebenarnya nggak adil kalau menyalahkan sahabat kita yang berubah. Zamannya memang sudah berubah, kepentingan kita sudah berubah, kita tidak bisa lagi menggeneralisasikan kepentingan kita. Sekarang zamannya adalah menggenggam smartphone dan itulah yang mungkin jadi sahabat karib kita sekarang. Akibatnya, silaturahmi kita yang dulu sangat seru malah jadi penuh dengan keseganan dan keengganan untuk berjumpa. Semua orang jadi introvert gara-gara media sosial.

===
Silaturrahmi Berkualitas

Lalu, gimana biar silaturrahmi kita tetap terjaga, melunturkan rasa canggung, dan bisa mengembalikan keriuhan persahabatan dan kekeluargaan yang dulu?

Kupikir kita semua sudah sadar akan hal ini. Ketika akhirnya kita bisa ketemu lagi dengan sahabat-sahabat karib maupun keluarga di rumah, sebisa mungkin kita menjauh dari "sahabat" baru kita, yakni smarphone yang selalu berada dalam genggaman. Tatap lagi wajah kawan-kawan dan sanak keluarga yang sudah lama tidak kita jumpai. Kalaupun ada yang berubah dalam diri mereka, biarkan saja, kita sendiri pasti juga punya perubahan, toh pada akhirnya nanti sifat kita yang dulu akan kembali seiring dengan perbincangan kita dengan para sahabat.

Bila mereka masih sibuk dengan smartphone nya, jangan terpancing untuk kembali menggenggam smartphone kita. Bertahanlah untuk tidak bersua dengan si smartphone toh tidak akan selamanya kita berpisah dengan smartphone. Sadarlah, justru kita nanti akan berpisah lama dengan sang sahabat yang ada di hadapan kita. Ingatlah, perjumpaan kita saat itu mahal harganya, langka masanya, jadi jangan sia-siakan.

Yang jelas, silaturahmi kita akan lebih bermakna bila kita bertemu tak sekadar nongkrong di tempat makan bersama sahabat melainkan melakukan perjalanan bersama. Dengan waktu yang cukup panjang mungkin rasa rindu yang overload  itu bisa berkurang banyak sehingga ketika berpisah dalam waktu lama nanti kita cukup untuk menabung rasa rindu kembali. Perjalanan panjang akan membuat kita lupa dengan sahabat baru kita yang canggih itu.

Dan cara yang paling sederhana adalah ngobrol melalui telepon. Sekarang rasanya komunikasi via telepon sudah jarang dilakukan, kita lebih senang berbincang dengan tulisan yang sesungguhnya komunikasi tulisan itu sifatnya rancu dan berpotensi membuat kita jadi lebih mudah tersinggung karena salah persepsi maksud kalimat lawan bicara kita. Dengan komunikasi lisan kita akan lebih mudah mencerna pesan yang disampaikan oleh teman kita di seberang telepon sana. Dan kujamin, karena sekarang komunikasi via telepon itu jarang jadi sifatnya dia menjadi langka. Kalau menerima telepon rasanya pasti kita lebih bahagia ketimbang dikirim pesan singkat oleh sahabat kita. Dalam ilmu komunikasi disebutkan bahwa komunikasi yang efektif itu adalah komunikasi lisan dan komunikasi yang paling efektif adalah komunikasi antarpribadi alias komunikasi tatap muka.

Meski zaman berubah dan berpotensi mengubah persahabatan kita juga, namun jangan sampai persahabatan kita malah menjadi renggang dan semakin menjauh. Jarak  mengajarkan kita cara merindu dan waktu memberikan kita kesempatan untuk membuncahkan rasa rindu itu dan ia tak akan mudah kembali. Jadi, kalau ada kesempatan, berjumpalah! Tidak ada yang lebih indah ketimbang berjumpa kembali dengan sahabat karib dan keluarga di rumah.

Dalam persahabatan, sibuk tidak menjadikan diri kita keren. Mau sesibuk apapun kita sampai kita benar-benar sukses, kalau lupa dan malas bertemu dengan sahabat-sahabat semua itu tidak akan berkesan. 

Sampai jumpa! :)

P.S:
Buat sahabat-sahabatku dan keluargaku, sejujurnya aku masih menyimpan rindu. Sesungguhnya rindu ini belum habis terbayar karena masih ada banyak cerita yang ingin aku bagikan dan ingin aku dengar dari kalian dan belum semua dari kalian aku temui.

Tapi waktuku sudah habis di sini.
Maafkan aku terlalu sombong dan sok sibuk sehingga tidak bisa menemui kalian. Aku sangat berharap bertemu kalian di tempat lain, tidak cuma kalau aku pulang. Sepertinya rasa rindu ini akan terus bermunculan. Kita harus bertemu lagi lain kesempatan! Sukses semuanya! Aku sayang kalian! :")

Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi