Tentang UN dan Sekolah Selanjutnya



Menteri Pendidikan kembali mencoba menggunakan cara baru dalam pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Pasti semua udah tau, kebijakan yang akan diberlakukan adalah dengan menggunakan nilai UN sebagai syarat masuk perguruan tinggi negeri.

Rencana yang sudah dipublikasikan ini menuai banyak pendapat dari kalangan siswa sampai pakar pendidikan. Dari banyak informasi yang saya dapatkan, banyak yang tidak setuju dengan rencana ini. Di kalangan guru, kebijakan ini nantinya akan semakin memberatkan pihak sekolah, beban guru pun sepertinya semakin banyak karena selain dituntut untuk meluluskan anak-anaknya mereka juga diharapkan mampu meloloskan anak-anak ke perguruan tinggi negeri.
Di pihak siswa, kebijakan ini juga pasti akan memberikan dampak yang kurang baik bagi mental mereka. Tekanan batin pasti akan lebih menyiksa mereka nantinya. Bayangkan saja, sekian juta pelajar SMA di Indonesia hampir semua ingin melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi terutama perguruan tinggi negeri sehingga persaingan mendapatkan tempat duduk di perguruan tinggi begitu ketatnya. Anak-anak pasti diresahkan dengan banyaknya kecurangan-kecurangan yang kerap terjadi pada musim UN yang dilakukan oleh pihak-pihak gelap.
Banyak juga dari para siswa yang berspekulasi bahwa nilai UN dan kelulusan itu hanya berdasar untung-untungan saja. Berbeda dengan tes perguruan tinggi negeri, kelolosan ini ditentukan oleh takdir dan imbalan dari segala usaha yang telah ditempuh anak-anak dalam persiapan mengikuti tes PTN tersebut.

Saya sendiri sudah pernah merasakan UN terakhir saya. Soal-soal UN sama sekali tidak sekelas dengan soal-soal di tes PTN atau biasa kita sebut SNMPTN. Kalau boleh membandingkan lebih ekstrim, soal UN itu sangat mudah dibandingkan dengan soal SNMPTN yang lebih membutuhkan permainan logika daripada penerapan teori semata.
Memang, tujuan dari UN sendiri adalah sebagai syarat kelulusan sekolah sedangkan SNMPTN tujuannya adalah untuk seleksi masuk perguruan tinggi, jelas sekali perbedaannya. Nah, kalau misalnya hasil akhir nilai UN dijadikan syarat masuk PTN juga, maka seharusnya soal-soal UN yang diubah pertama kali, disetarakan dengan soal-soal SNMPTN sebagaimana mestinya. Pembuat soal pun juga bukan hanya para guru SMA saja melainkan juga panitia SNMPTN yang terdiri dari dosen perguruan tinggi negeri yang terkenal itu.
Kemudian fokus pikir para peserta UN juga harus dialihkan yang tadinya terfokus pada kelulusan secara pribadi dan hanya mencangkup lingkup sekolah saja (mungkin) fokusnya jadi dialihkan ke rancah nasional dimana saingan-saingannya bukan hanya kawan-kawan satu sekolahnya saja melainkan juga semua pelajar SMA akhir seluruh Indonesia.
Teknik belajar pun seyogyanya juga harus diubah, jadi lebih ketat dan tentunya lebih rumit. Ini demi keberhasilan melaksanakan UN yang sekaligus SNMPTN. Pastinya, anggaran untuk pendidikan juga semakin banyak pengeluaran.....

Tentu harus ada banyak persiapan kalau pemerintah benar-benar mau memberlakukan kebijakan ini. Jadi, nggak mungkin berhasil kalau kebijakan itu diberlakukan mulai tahun ini, rasanya nggak adil karena tahun lalu saja pemerintah baru mengubah kebijakan serupa, sekarang mau direvisi lagi? Lucu. Ngeri. Anak-anak dan para guru pasti juga sangat belum siap menghadapi hal ini.
Saya kira, untuk memberlakukan kebijakan ini dibutuhkan waktu minimal tiga tahun untuk persiapannya sehingga nantinya di generasi... mungkin 2015 bisa siap melaksanakannya.

Tapi kalau menurut saya, biarkan saja kebijakannya seperti ini karena akan lebih efektif. Anak-anak akan lebih matang menentukan keinginannya dimana ia akan melanjutkan sekolah sehingga tidak ada kegalauan berlebih di pihak anak-anak.

Tetap semangat untuk adik-adikku!
Percaya saja pada diri kalian, percaya pada mimpi kalian!
Mari kita berikan yang terbaik untuk Indonesia :)


Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi