Salah Jurusan?




Sampai detik ini, sudah berapa lama kita hidup? Sudah berapa banyak hal-hal baik dan buruk yang menimpa kita? Sudah berapa kali kita merasa bahagia maupun menyesal? Tak terhitung, jari-jari kaki dan tangan nggak akan habis menghitung itu semua. Tapi, coba direnungkan sebentar dan diingat-ingat, lebih banyak manakah antara diri kita merasa bahagia dengan merasa menyesal?


Di setiap tahap hidup kita pasti ada satu jejak penanda yang namanya penyesalan. Jejak ini kemudian menjadi tanda untuk perjalanan di masa selanjutnya, sederhananya adalah sebagai bahan pelajaran hidup. Tentunya tidak sedikit hal yang kita sesali bahkan sesuatu yang kecil sekalipun dan kesalnya selalu datang belakangan setelah kita mengalami semuanya. Ya, kita paham kalau penyesalan itu datang belakangan. Penyesalan itu datang ketika kita merasa bahwa apa yang sudah kita jalani selama ini tidak sesuai harapan. Lalu ketika sudah menyesal kadang logika kita jadi semena-mena sampai membuat kita terkesan tidak bijaksana terhadap suatu keputusan.

Pertanyaannya begini, ketika sesuatu tidak sesuai dengan harapan, dengan kesukaan kita, dengan situasi kita kemudian kita merasa menyesal, siapa yang harus bertanggung jawab? Menyoal tanggung jawab, artinya ada pihak yang 'disalahkan'. Lantas siapa yang bersalah?

Dirimu sendiri.

Kita yang membuat keputusan dari awal, kemudian kita sendiri yang menjalani, ketika sudah hampir menginjak pada akhirnya lantas kita merasa ada yang salah. Menyesal. Lalu menyalahkan semua yang bisa disalahkan, diri sendiri disalahkan terakhir kali, biasanya begitu. Bijaksana kah?

Sekarang aku dan teman-temanku tengah menjalani masa-masa akhir studi kami. Kami tengah berkutat dengan proyek skripsi masing-masing. Beberapa dari kami sudah mulai melangkah maju, beberapa masih berdiri di tempatnya mencari inspirasi topik penelitian, beberapa masih berlari di belakang menyusul kami yang sudah jauh lebih dulu berjalan. Saat seperti ini memang menjadi saat-saat kesendirian. We're doing ourown stuff, ourown project that only ourself who understand the research. Inilah masa-masa individual kami. Tapi seiring berjalan waktu, meski kami mengerjakan proyek kami masing-masing, kami sadar kalau kami masih butuh duduk bersama untuk berdiskusi sesuatu yang lebih serius, untuk mencurahkan isi hati tentang pahit-manis pengerjaan proyek ini.

Menjalani proyek ini lantas memunculkan sebuah permasalahan baru di antara kami. Sulitnya menembuskan proposal penelitian atau bahkan untuk menemukan sebuah topik penelitian membuat kami berpikir ulang: then why did I join this major? why did I chose it? Did I realize myself when deciding the major? Am I in the right major? Am I in the right passion? Am I in the right way?

Ya, beberapa dari kami kemudian berpikir bahwa kami salah jurusan. Ini tidak sesuai dengan apa yang kami inginkan, tidak seperti yang diduga. Ini tidak sesuai dengan passion kami. Ini menyiksa kami. Kemudian kami sibuk mengomeli diri sendiri, merasa membuang-buang waktu dengan apa yang sudah dikerjakan terhadap apa yang harus dikerjakan. Seharusnya bisa melakukan hal lain yang sesuai dengan kesukaan kami, tapi malah terjebak ke dalam sistem yang cukup menguras energi dan pikiran.

Hey...
Anggapan itu menurutku salah besar. Salah jurusan? Lantas kenapa memilih di sini? Apakah pelarian? Kalau begitu artinya memang salah diri sendiri kenapa memilih di sini.
Tapi, terlepas dari semua itu, mari kita berpikir jauh lebih bijaksana terutama kepada diri sendiri karena pun kita sudah terlanjur sampai di titik ini.
Apa yang kita lakukan selama ini adalah apa yang ingin dilakukan oleh teman-teman kita dari jurusan yang lain. Coba diingat-ingat, tugas-tugas yang kita kerjakan sangat menyenangkan. I can look at your happy face while doing that project assignment. Tapi tentu saja, untuk menyelesaikan studi di sini ktia juga harus menempuh jalan seperti teman-teman kita yang lain. Susah memang, rumit, di luar dugaan, tapi ada masanya kita bersusah-susah.

Bersyukur.
Kalau kita menyesal dengan pilihan ini berarti kita kufur, tidak bersyukur. Ketahuilah, tidak mudah masuk ke fakultas yang sudah kita jadikan tempat belajar ini dan kita juga sudah tau ternyata tidak mudah juga pelajaran-pelajaran yang diberikan di sini. Kita dianggap sebagai mahasiswa yang suka main, padahal sebenarnya di dalam kelas kita juga dituntut untuk berpikir kreatif dan kita tau itu tidak gampang. 

Lalu kenapa harus menyesal?
Ayo sadarkan diri! Tidak ada ilmu yang tidak berguna. Tidak ada ilmu yang sia-sia. Empat tahun kita belajar di sini, tentu kita mengalami perubahan diri (selain penampilan tentunya). Mungkin kita bingung dengan apa yang dipelajari di sini, tapi dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kita sudah mengaplikasikan pelajaran tersebut. Mungkin kita tidak keren dalam hal teoritis, tapi kita banyak yang sukses secara praktis. Setelah belajar di sini, apakah kamu merasa lebih cerewet? Lebih kepo? Lebih kritis? Lebih luas pengetahuannya? Lebih santun perilakunya? Kalau iya, berarti itulah apa yang sudah kita pelajari selama ini.

Dan juga, perlu diketahui juga, kita menyesali sesuatu mungkin tidak benar-benar menyesalinya. Kita merasa salah jurusan mungkin tidak benar-benar merasakannya. Kita cuma lelah dengan apa yang selama ini kita jalani. Bosan. Kemudian ketika sudah hampir sampai kepada akhirnya kita kaget dengan apa yang harus dihadapi. Tidak apa-apa, namanya juga hidup pasti ada masanya bosan, lelah, dan terkejut ketika mencoba berjalan kembali. Seperti kita terbiasa lari setiap pagi di stadion kampus, lalu karena lelah kita tidak lari selama seminggu dan ketika mulai lari lagi kaki dan badan kita seutuhnya kaget, akibatnya besoknya pegal-pegal.

Setelah lulus nanti, mungkin tidak sedikit dari kita yang memilih untuk menjalani karir yang tidak sejalur dengan jurusan yang sudah kita tempuh di sini. Tidak usah cemas dengan hal itu. Sudah kukatakan tadi, tidak ada ilmu yang tidak berguna. Meski kita menjalani profesi yang tidak sejalan dengan jurusan, tapi itu nanti pasti akan sangat berguna dalam pekerjaan kita. Ada nilai plus dalam diri kita yang tidak dimiliki orang lain dan itu harus menjadi sesuatu yang kita bawa kemana-mana, sebuah kebanggaan diri yang tidak perlu dipamerkan secara agresif dan blak-blakan, tapi biarkan orang menyadarinya sendiri.

Kita harus berpikir lebih luas. Jurusan ini nggak melulu menuntut kita jadi wartawan atau pekerja media massa di posisi lainnya. Justru jurusan ini membebaskan kita untuk menjadi apa saja. Jadi penulis? Bisa. Jadi humas? Bisa. Jadi koki? Bisa. Jadi pengusaha? Bisa banget! Jadi musisi? Tidak menutup kemungkinan! Jadi pelukis? Kenapa nggak bisa? Jadi penari? Make up artist? Termasuk buat teman-teman yang justru tengah berjuang untuk menjadi ibu rumah tangga yang membanggakan. Ilmu yang sudah kalian tempuh di sini nantinya akan sangat berguna buat parenting dan urusan rumah tangga, yakin! Tidak ada ilmu yang sia-sia. Bersyukurlah. Di jurusan ini kita diajarkan untuk mencari informasi secara bijak dan etis, diajarkan berbincang dengan orang-mewawancarai orang lain, diajarkan banyak membaca, diajarkan cara mengolah informasi dan data, diajari untuk cermat, dan tentunya diajari untuk kreatif. Dan yang terpenting adalah kita diajari untuk melek media. Apa lagi yang kurang? We got everything here. Something fun, something incredible!

Jadi, tak perlulah kita menyesali apa yang sudah kita jalani selama ini. Ingat sebuah pepatah ini: when you feel like want to stop, just remember why did you start it. Bolehlah sekarang kita merasa tersesat, tapi selanjutnya kita harus lebih bijaksana lagi dalam memutuskan sesuatu, jangan sampai menimbulkan penyesalan yang lebih besar. Itu namanya mengulangi kesalahan yang sama dan itu hanya dilakukan oleh orang bodoh.

Well, selamat berjuang teman-temanku!

Cahaya tengah menanti kita di depan, teruslah berjalan dan jangan terlalu sibuk menyesal!


.arifina007.


Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi