Kenapa Aku Memilih untuk Memilih



Pemilihan Presiden atau Pilpres tinggal dua hari lagi, lusa, dan untuk periode ini kita memang dihadapkan pada kondisi yang benar-benar berbeda dari pemilu sebelumnya. Kali ini hanya ada dua calon pemimpin yang akan kita pilih nantinya dengan karakter yang teramat berbeda keduanya. Di satu sisi kita butuh ketegasan, di sisi lain kita membutuhkan hal yang baru. Hal ini jelas menimbulkan dilema di antara kita, terutama pemilih muda dan pemilih pemula yang pada awal-awal deklarasi capres-cawapres mereka memilih untuk tidak akna memilih lantaran tidak ada yang dirasa baik untuk memimpin negeri ini.

Akupun awalnya begitu. Awalnya kecewa dengan pencapresan sosok nomor satu DKI Jakarta itu dan kaget bukan kepalang dengan pencapresan salah satu perwira TNI itu. Ada ketakutan dalam benak apabila negeri ini dipimpin oleh mereka, ada pula rasa tidak percaya kepada mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang cocok dengan kriteria pemimpin negeri menurutku. Aku pun berpikiran untuk tidak akan memilih pada pilpres mendatang.

Namun, seiring berjalannya waktu, kesadaran soal turun tangan untuk pembangunan bangsa perlahan semakin tumbuh. Aku pun berpikir bahwa sesungguhnya pilpres 2014 nanti adalah sebuah pertaruhan yang teramat akbar bagi bangsa ini. Mau tak mau salah satu dari mereka pasti yang akan menjadi Presiden RI, presiden kita nanti. Dan aku melihat, melongok, dan menilik lagi bagaimana presiden kita tercinta saat ini, SBY, dihujat begitu tajam oleh orang-orang, dalam hal ini aku akan libatkan mahasiswa.

Baiklah, banyak yang kecewa dengan masa pemerintahan SBY. Pertumbuhan ekonomi kita memang naik, tapi tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan sosial. Tak hanya itu, korupsi merajalela kemana-mana bahkan sampai ke kader partai presiden kita sendiri. Saat itulah kepercayaan kita kepada beliau mulai pupus. Tapi sadarkah kita? Dulu siapa yang memilih beliau? Sampai akhirnya sekarang para pendukung manis itu justru menghujam beliau. Sebagai seorang pemimpin tentu rasanya sakit sekali. Tak mungkin seorang pemimpin bisa membawa apa yang dipimpinnya kepada kebaikan seorang diri. Namun, inilah yang terjadi, ini yang kupandang, bahwa kita dulu yang memilihnya tapi justru mengkhianatinya pada penghujung masanya.

Aku tidak ingin menjadi munafik. Aku tidak ingin ingkar janji, lepas amanah, atau berbohong, tidak. Sesungguhnya ketiga hal itu adalah sesuatu yang menyedihkan. Bila aku memilih untuk tidak memilih, maka aku takut ketika nanti pada masanya presiden baru kita melakukan kesalahan besar terhadap negeri ini aku ikut-ikutan menyalahkan mereka padahal aku sendiri di awal tidak turut menyumbangkan suara pada pemiliha presiden. Itu nifak! Dosa besar, dosa yang amat besar kepada negeri ini karena aku berbohong.
Maka, jangan sampailah kita suburkan generasi munafik seperti ini. Kesadaran bahwa 'Ya mau gimana juga salah satu dari mereka bakalan mimpin negeri ini' tentunya sudah tertanam dalam benak kawan-kawan semua. Tapi bukan berarti dengan kita tidak ikut memilih maka kita tidak akan dipimpin oleh salah satu dari mereka. Tidak memilih itu bukan solusi yang tepat kurasa. 

Dan keraguanku yang pada awalnya itu akhirnya pupus. Aku sudah menentukan pilihan. Meski begitu, kita harus jaga ketenangan dan perdamaian ketika nanti hasilnya muncul. Siapa pun presidennya nanti, kita tentu berharap bangsa ini akan jauh lebih baik daripada kemarin. Siapa pun presidennya, toh kita tetap harus mendukung pembangunan ini. Apa gunanya orang-orang pintar kalau mereka semua apatis, tak peduli bangsanya? Bukankah kita diwajibkan untuk mencintai negara? 

Itulah alasanku mengapa aku memilih untuk memilih. Hanya satu, tapi dampaknya sesungguhnya bisa sampai ke akhirat.
Yuk, bagi kawan-kawan yang belum menentukan pilihan, cobalah pelajari lagi visi-misi para capres-cawapres. Lihat pula bagaimana mereka berdebat, semoga itu semua membantu membukakan pikiran dan hati kawan-kawan.
Pembangunan bangsa tidak bisa dilakukan sendirian. Kau tidak bisa memajukan bangsa ini sendirian. Seorang presiden juga tidak bisa membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat sendirian. Semuanya harus seiring sejalan. Maka dari itu, peran anak-anak bangsa pada pilpres 9 Juli 2014 nanti adalah peran yang teramat penting karena masa depan bangsa ada di tangan kita semua.

Selamat memilih, kawan-kawan.
Jangan lupa ucap basmalah sebelum memilih :)
Arifina Budi A.
Yogyakarta, 7 Juli 2014

.arifina007.


Comments

Popular posts from this blog

Guruku "tersayang" wkwkwk...

[Apresiasi Buku] Korean Cool: Di Balik Drama Reply 1988 sampai SMTown Paris 2012

Gadis Rantau #2: Antara Tempat Tidur dan Kamar Mandi